Dalam melakukan proses penyidikan, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang an hak khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Unang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melkukan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan Undang-undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Sesuai kewenangan dalam pasal 112 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang diberikan wewenang khusus sebagai penyiik berhak untuk melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan guna kepentingan penyidikan sebagaimana tercantum dalam pasal 112 ayat 2. Penyidik yang telah melakukan serangkaian tindakan tersebut wajib menyampaikan hasil penyelidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur alam UU No 8 / 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Oleh karena itu dibuat suatu prosedur penyidikan agar penyidikan dapat dilaksanakan secara berhasil guna an beraya guna dengan tidak melanggar hukum. Diharapkan pula adanya akeseragaman penyidikan baik mengenai penatausahaan maupun mengenai kelengkapan administrasi.
Dalam uraian pendahuluan diatas dapat terlihat bahwa negara mencoba untuk bertindak sebagai sebuah institusi yang selalu bisa memfasilitasi setiap hak dari komunitas masyarakat. Disutu sisi negara merasa perlu untuk memberikan tindakan tegas (dalam hal ini atas tindakan pidana yang telah dilakukan) kepada pelaku dengan tujuan untuk memberikan efek jera (shock therapy) sehingga pelaku akan berpikir untuk tidak mengulangi tindakannya tersebut. Namun demikian, di lain sisi pemerintah dituntut untuk bertanggung jawab atas jaminan perlindungan atas hak-hak azasi masyarakatnya, termasuk dalam proses penyidikan sebagai bagian dalam proses penegakkan hukum dan peradilan di Indonesia umumnya dan di bidang Kepabeanan khususnya.
No comments:
Post a Comment