Kewenangan Khusus di Bidang Cukai

Kewenangan khusus disebut juga sebagai kewenangan yuridis. Kewenangan ini hanya dimiliki secara khusus oleh Pejabat Bea dan Cukai tertentu yang diangkat untuk melaksanakan kewenangan tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Cukai, Kewenangan khusus dibedakan menjadi dua hal, yaitu :

Kewenangan Khusus Direktur Jenderal Bea dan Cukai
Berdasarkan ketentuan pasal 40A UU Cukai, Direktur Jenderal karena jabatan atau atas permohonan dari orang yang bersangkutan dapat :
  1. membetulkan surat tagihan atau surat keputusan keberatan, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang-undang ini; atau
  2. mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya.
Istilah membetulkan dapat berarti menambah, mengurangi atau menghapus sesuai dengan sifat kesalahan dan kekeliruannya. Kemudian pengertian "kekeliruan" dapat dimaknai sebagai upaya membetulkan atau membatalkan surat tagihan yang tidak benar, misalnya tidak memenuhi persyaratan formal meskipun persyaratan materialnya telah terpenuhi.

Alasan yang melatarbelakangi kewenangan Direktur Jenderal untuk membetulkan surat tagihan atau surat keputusan keberatan adalah untuk menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan administrasi yang bersifat manusiasi dalam suatu penetapan maka hal ini perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Untuk menjada agar tindakan koreksi terhadap penetapan yang berakibat pada keuangan negara tidak disalahgunakan maka level pejabat yang  bisa melakukannya haruslah level pejabat yang tinggi.

Dalam hal pengurangan atau penghapusan sanksi denda maka tindakan ini ditujukan untuk menerapkan asas keadilan. Direktur Jenderal dapat mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda apabila orang yang dikenai sanki ternyata hanya melakukan kekhilafan, bukan kesalahan yang disengaja, atau kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak mempunyai hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.

Kewenangan Penyidikan
Berkaitan dengan tindak pidana di Bidang Cukai, maka sesuai UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP maka yang berhak memeriksa/menyidik adalah Penyidik Pegawan Negeri Sipil (PPNS) bea dan cukai. PPNS Bea dan Cukai diangkat oleh Menteri Kehakiman dan HAM atas usulan Menteri Keuangan. Kewenangan pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penyidikan diatur secara khsusu dalam pasal 63 dan 64 Undang-undang Cukai. 

Kewenangan Penyitaan
Selain dua kewenangan khusus yang diatur dalam Undang-undang cukai tersebut diatas, ada lagi kewenangan khusus lainnya yaitu kewenangan untuk melakukan penyitaan yang berpedoman pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa. Pengertian kewenangan penyitaan yang dimiliki pejabat Bea dan Cukai adalah kewenangan khusus yang berkaitan dengan utang Cukai yang telah sampai pada mekanisme surat paksa.

Untuk melakukan penagihan utang cukai dimaksud, maka yang berhak melaksanakan penyitaan adalah Juru Sita Bea dan Cukai. Adapun Kewenangan Juru Sita Bea dan Cukai, adalah :
  • menyampaikan Surat Paksa
  • melaksanakan Penyitaan Barang
  • melakukan Pencekalan
  • melakukan Penyanderaan
Tindakan pencekalan dan penyanderaan dilaksanakan oleh juru sita kepada subyek penyitaan yang memiliki utang Cukai sebesar Rp. 100 juta atau lebih dan beritikad melakukan tindakan tidak baik. Juru Sita Bea dan Cukai diangkat oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai setempat setelah memenuhi persyaratan tertentu.

No comments: