1). Dasar Hukum
Pada akhir tahun 1995, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah berhasil membahas dan menyetujui Rancangan Undang-Undang Kepabeanan, yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan saat ini telah di amandemen dengan UU No 17 Tahun 2006. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang ini menyebutkan bahwa "Untuk penetapan tarif Bea Masuk dan Bea Keluar, barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang". Selanjutnya berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang tersebut, penetapan klasifikasi barang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
- Upaya peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar Internasional
- Perlindungan terhadap konsumen dalam negeri
- Pengurangan hambatan dalam perdagangan Internasional guna mendukung terciptanya perdagangan bebas
- Pemenuhan perjanjian serta kesepakatan Internasional.
Indonesia telah menjadi anggota World Customs Organization, yang sebelumnya dikenal dengan nama Customs Cooperation Council sejak tanggal 30 April 1957. Sebagai anggota WCO, Indonesia telah menunjukkan peran serta yang aktif dalam kegiatan WCO dan telah banyak menarik manfaat dari organisasi ini. Berbagai bantuan teknis dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan sistem dan prosedur kepabeanan Internasional, telah diterima oleh Indonesia.
Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993. Indonesia telah menjadi Contracting Party dari "Internasional Convention on the Harmonized Commodity Description and Coding system:. Sebagai tindak lanjutnya dan berdasarkan Artikel XVI HS Convention, World Customs Organization telah mengesahkan amandemen lampiran konvensi, yang semula mempergunakan HS versi 2007, menjadi HS versi 2012". Menindaklanjuti adanya amanademen HS 2012 tersebut, Pemerintah pada tanggal 14 Desember 2012 mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.II/2012 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, Menetapkan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif yang terdiri dari :
- Ketentuan umum untuk menginterpretasi Harmonized System sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
- Catatan bagian, catatan sebagaimana tercantum merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; bab dan catatan sub pos dalam lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan
- Struktur klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
2) Struktur BTKI
Pada bab terdahulu kita telah mempelajari gambaran umum tentang Harmonized System. Sekarang kita akan mempelajari tentang BTKI. BTKI adalah Buku Tarif Kepabeanan Indonesia yang digunakan semenjak tanggal 1 Januari 2012. BTKI tidak lain adalah HS yang dimodifikasi atau dijabarkan lebih lanjut untuk digunakan dalam pantarifan dan penanganan barang impor ke Indonesia
Perbedaan struktur BTBMI 2007 dengan BTKI 2012 adalah sebagai berikut :
Jumlah Pos Tarif
HS BTBMI 2007 BTKI 2012
WCO 5,055 5,205
AHTN 8,300 9,558
Nasional :
1. HS Nasional 8,742 10,012
2. BAB 98 (IKD) 13 13
Total Pos Tarif : 8,755 10,025
Materi pokok yang tertuang dalam BTKI 2012 terdiri atas :
- Kolom pertama adalah kolom "Pos/Subpos" yang mencantumkan nomor pos/subpos sebagai berikut :
- 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama berasal dari teks Harmonized System (HS)
- 8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN
- 10 (sepuluh) digit merupakan sub pos nasional (pos tarif nasional) berupa teks uraian barang untuk kepentingan nasional, kecuali :
- apabila 2 digit terakhirnya "00" (misalnya 0301.11.94.00), berarti berasal dari teks AHTN
- apabila 4 (empat) digit terakhir "00.00" (misalnya 0301.91.00.00), berarti berasal dari teks HS - WCO
- Kolom kedua adalah kolom "Uraian Barang" dalam bahasa Indonesia yang disusun dengan pola sebagai berikut :
- Uraian barang pada pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan terjemahan dari teks HS
- Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan terjemahan dari teks AHTN
- Uraian barang pada subpos nasional (10 digit) merupakan teks berasal dari uraian barang dalam bahasa Indonesia, kecuali :
- yang 2 digit terakhir "00" (misalnya 0201.11.94.00), berarti berasal dari teks AHTN
- yang 4 digit terakhir "00.00" (misalnya 0301.91.00.00) berarti berasal dari teks HS-WCO
- Kolom ketiga adalah kolom "Description of Goods" dalam bahasa Inggris yang disusun dengan pola sebagai berikut :
- Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks HS dalam bahasa Inggris
- Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks AHTN dalam bahasa Inggris
- Uraian barang pada sub pos nasional (10 digit) merupakan terjemahan dari teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali :
- yang 2 digit terakhir "00" (misalnya 0301.11.94.00) merupakan teks AHTN
- yang 4 digit terakhir 00.00 (misalnya 0301.91.00.00) merupakan teks asli HS - WCO
- Kolom keempat adalah kolom "Bea Masuk" yang mencantumkan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berlaku umum yang saat ini. Besaran tarif bea masuk pada kolom ini adalah bentuk advalorum (presentase), kecuali disebutkan lain, misalnya dalam bentuk Rp/Kg, Rp/ltr atau Rp/mnt (Bea Masuk spesifik)
- Kolom kelima adalah kolom "Bea Keluar" yang mencantumkan tanda satu asterisk (*) menunjukkan klasifikasi barang ekspor yang dikenakan bea keluar. Besarnya pembebanan tarif dana jenis barang yang dikenakan Bea Keluar diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011
- Kolom keenam adalah kolom "PPN" )Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan pembebanan tarif PPN yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009
- Kolo ketujuh adalah kolom (PPnBM) (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah) yang mencantumkan pembebanan tarif PPnBM yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.03/2009
- Kolom kedelapan adalah kolom "Keterangan" yang disediakan untuk mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan lain yang belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya.
Hal lainnya yang perlu diketahui mengenai BTKI adalah beberapa pengertian sebagai berikut :
- Pencantuman tanda satu asterik *) pada kolom "PPN" dan "PPnBM" berarti pengenaan PPN dan PPnBM berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang atau sebagian kelompok barang dalam pos tarif bersangkutan, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku atas pengenaan PPN dan PPnBM.
- Pencantuman tanda satu asterik *) pada kolom "Bea Keluar" berarti pengenaan Bea Keluar berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang atau semua barang dalam pos tarif bersangkutan, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku atas pengenaan Bea Keluar.
- Pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif PPN, PPnBM dan Bea Keluar berarti komoditi pada pos tarif bersangkutan tidak dikenakan pembebanan PPN, PPnBM dan Bea Keluar.
- Untuk beberapa subpos AHTN (8 digit), tersedia Catatan Penjelasan Tambahan (Supplementary Explanatory Notes / SEN) yang merupakan pedoman dalam menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang yang tercantum dalam subpos AHTN tersebut. Text yang mengikat secara hukum adalah asli SEN dalam bahasa Inggris.
- Penggunaan BTKI 2012 diharapkan selalu merujuk kepada Peraturan Menteri Keuangan dan peraturan perundang-undangan lain yang menjadi dasar hukumnya dan peraturan perundang-undangan lain yang menjadi dasar hukumnya dan melakukan updating data secara berkala untuk mengantisipasi adanya perubahan kebijakan tarif yang dinamis dari waktu ke waktu
- BTKI 2012 selain digunakan untuk keperluan klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor, dapat digunakan juga untuk klasifikasi barang ekspor, pungutan yang berkaitan dengan ekspor, statistik perdagangan dan keperluan lainnya yang berkaitan
- Apabila terdapat keraguan dalam menginterpretasikan teks pada kolom "uraian barang" atau "description of goods" dalam BTKI 2012, maka yang mengikat adalah :
- bahasa Inggrisnya untuk pos WCO dan subpos AHTN
- bahasa Indonesianya untuk subpos nasional.
- Catatn Penjelasan Tambahan (SEN) merupakan pedoman dalam menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang yang tercantum dalam subpos pos tarif tertentu. Apabila terdapat keraguna dalam menginterpretasikan teks yang tercantum dalam Catatan Penjelasan Tambahan (SEN), maka yang mengikat secara hukum adalah teks asli SEN dalam bahasa Inggris
Nomor Pos tarif (10 digit) dan urutannya, besarnya BM, PPN dan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Perlu diingat bahwa selain BM yang tercantum dalam BTKI, terdapat juga BM Anti Dumping yang ditetapkan tersendiri oleh Menteri Keuangan. Bea Masuk Anti Dumping berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 April 1996 berlandaskan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan sesuai pasal 18, 19 dan 20.
3) Kode Penomoran dan Pentakikan
a. Sistem Penomoran
Sistem penomoran klasifikasi dalam BTKI menggunakan 10 digit dengan susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS, 2 digit selanjutnya mengacu kepada AHTN dan 2 digit terakhir adalah pecahan pos tarif nasional. Untuk memahami sistem penomoran tersebut, perhatikan contoh berikut. :
0705.11.00.00 Selada kubis (selada bongkahan)
- Dua digit pertama (07) menunjukkan Bab. Bab 07 : Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat di makan
- Empat digit pertama (0705) menunjukkan Pos. Pos 07.05 : Selada (Lactuca Sativa) dan chicory (Chicorium spp)., segar atau dingin
- Enam digit pertama (0705.10) menunjukkan sub-pos yaitu selada. Sub pos.10 dipecah menjadi 0705.11 dan 0705.19 : 0705.10: - Selada
- Sepuluh digit pertama (0705.11.00.00) menunjukkan pos tarif. 0705.19.00.00 : -- Lain-lain
b. Sistem Takik
Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTKI juga menggunakan sistem takik (dash -) untuk mengklasifikasi barang, dengan penjelasan sebagai berikut :
- Pos (4 digit) tidak diberi takik
- Penggunaan satu takik (-) dimulai pada uraian sub-pos (6 digit)
- bila uraian pada butir b pecah, digunakan dua takik (--)
- bila uraian pada butir c dipecah lagi, digunakan tiga takik (---), demikian seterusnya sehingga diperoleh pengelompokan barang yang lebih rinci.
4) Arti kata "lain-lain"
Dalam klasifikasi BTKI dengan sistem HS kata "Lain-lain", berfungsi untuk menampung barang yang belum disebut pada uraian barang sebelumnya. Kata "lain-lain" terdapat pada Bab, Pos, Sub pos dan Pos Tarif Nasional.
Untuk dapat memahami arti kata "lain-lain", perhatikan hal-hal berikut ini :
- bandingkan kelompok barang "lain-lain" dimaksud dengan kelompok barang yang setara.
- apabila kata "lain-lain" dimaksud terdapat pada bab, bandingkan dengan uraian barang pada bab-bab terdahulu
- apabila kata "lain-lain" dimaksud terdapat pada pos, bandingkan dengan uraian barang pada pos-pos terdahulu dalam bab yang sama
- apabila kata "lain-lain" dimaksud terdapat pada sub-pos, bandingkan dengan uraian barang pada sub-sub pos terdahulu, dalam pos yang sama
- apabila kata "lain-lain" dimaksud terdapat pada pos tarif, bandingkan dengan uraian barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub pos yang sama.
Metode di atas dapat dipahami dengan lebih mudah apabila kita dapat menggambarkannya dalam bentuk diagram pohon, sehingga akan jelas kelompok barang mana yang akan dibandingkan dengan barang lain-lain yang ingin kita ketahui.
No comments:
Post a Comment